BHIMA SWARGA
Perjalanan Spiritual Bhima ke Swargaloka
Alkisah, Dewi
Kunti bermimpi didatangi atma Pandu dan Dewi Madri. Mereka meminta tolong agar
dibebaskan dari siksa api neraka. Kunti menyampaikan mimpi itu kepada
anak-anaknya, dan diputuskan agar Bhima menyambangi ke swargaloka .
Purnama ,dalam
suatu prosesi yang hening, perjalanan Bhima dimulai. Bhima diiringi dua abdinya
Merdah dan Twalen melesat ke langit. Diangkasa, setelah melalui marga sanga
(Sembilan persimpangan jalan) disanalah swarga loka berada, di bumi antah
karana, di bumi yang menyebabkan sebab segala sebab. Dari Sembilan jalan di
persimpangan tersebut empat jalan yang benar-benar menuju swarga loka. Sampai
di tegal panangsaran (kuburan maha luas) tempat para roh menunggu giliran
menghadap Bhatara Yama untuk menentukan apakah sang roh harus masuk surga atau
ke neraka. Dalam penantian itu para roh menerima hukuman sesuai karma-nya. Ada
yang disebut atma lara (atma yang sengsara), atma drwaka (atma yang serakah),
atma sangsaya (atma yang senantiasa curiga), atma babotoh (atma penjudi), dan
sebagainya.
Inilah
perjalanan spiritual Bhima, yang memberikan pengalaman bathin tentang
pelaksanaan sanksi bagi para atma sesuai perbuatannya yang dilakukan saat
menghuni raga manusia di mayapada.
Pertama-tama
mereka melihat Bhuta Tot-tog Sil, babutan (makhluk angkara) dengan wujud mata
yang besar menghakimi atma tattwa (atma yang menyalah gunakan pengetahuan
tattwa) dan atma curiga (atama yang penuh curiga, mencurigai yang tidak patut
di curigai).
Disebelahnya,
Bhuta Naya (raksasa yang kadang tampak kadang tak tampak) bersama-sama Bhuta
Celeng, babutan berbentuk babi menghukum atma yang sewaktu di mercapada
berprilaku buruk, jahat. Tak jauh dari itu, tampak Bhuta Abang, babutan yang
berwujud raksasa berkulit merah menyala sedang menggotong atma lengit, atma
yang semasa hidupnya malas bekerja akan di cemplungkan ke bejana besar dengan
air mendidih yang di sebut gawah gomuka.
Disebelahnya
kanannya dari bejana itu, tampak Sang Bhuta Ireng, babutan berwujud raksasa
berkulit hitam bersama Sang Bhuta Prungut, babutan yang bertubuh besar,
berkulit hitam dan berwajah angker menggotong atma corah, atma yang semasa
hidupnya senantiasa berprilaku buruk untuk dicemplungkan ke kawah gomuka.
Semantara itu, Bhuta Ode-ode, babutan yang bertumbuh gemuk dengan kepala
plontos meniup api di bawah jambangan kawah sehingga airnya terus mendidih.
Tidak jauh dari
kawah gomuka, Sang Suratma dengan wujud raksasa yang penuh wibawa, penguasa
para atman sedang menghukum atmaning usada, karena dulu dukun yang menguasai
ilmu pengobatan yang dulu pernah lalai menyembuhkan orang sakit melakukan maal
praktek, dan selalu meminta imbalan yang tinggi kepada orang yang diobatinya.
Disebelahnya
Sang Bhuta Wirosa yang berwujud raksasa maha sakti sedang menghukum atma
memaling nasi, ini terjadi karena saat di mercapada ia suka mencuri makanan.
Karena itu sebaiknya jangan sekali-kali mencuri nasi, seberapapun lapar
dirasakan.
Beberapa depa
dari tempat itu, Sang Bhuta Wingkara yang bengis bersama Bhuta Lilipan yang
berwujud aneh, memiliki belalai seperti Gajah dan tubuhnya seperti tubuh Singa,
mulutya penuh bisa seperti ular sedang menyiksa amating wong aboros (atma yang
suka berburu membunuh binatang yang
tidak patut dibunuh.
Disebelahnya
lagi, tampak Sang Bhuta Mandar dan Sang Bhuta Mandir dua raksasa bengis saudara
kembar sedang menggregaji kepala atma wong alpaka guru (atma yang tidak
melakukan kewajibanya sebagai putra yang baik (suputra) karena melaikan kedua
orang tuanya, melaikan kewajibanya).
Merdah dan
Twalen miris hatinya teringat akan kewajibanya kepada orang tuanya yang belum
sepenuhnya dilakukan dengan baik.
Mereka terkejut
karena setelah beranjak sedikit saja dari tempat yang satu, dia menemukan
kembali Sang Jogor Manik di tempat lain sedang mengadili dua atma yang satu
atma kedi dan yang stu lagi atma kliru, yang satu laki-laki seperti perempuan ,
yangsatu lagi perempuan seperti laki-laki. Tidak jauh dari situ, mereka melihat
Sang Jogor Manik sedang menghukum atma angadol prasasti (atma yang menjual
prasasti).
Sedangkan di
sebelahnya Bhuta Tog-tog Sil yang matanya besar sedang menyiksa atma angadol
prasasti yang lainnya. Berdekatan dari tempat itu, banyak atma yang disebut
atma tan pasantana (atma yang tidak punya keturunan) di gantung di pohon bambu.
Sementara itu,
atma nora matatah (atma yang belum melaksanakan upacara potong gigi) sambil
menggigit pohon bambu disiksa oleh Bhuta Brungut yang menyeramkan sedang
menghunus pedang.
Beranjak
selangkah dari tempat itu, lagi-lagi ditemukan Sang Jogor Manik sedang
berhadapan dengan atma aniti karma (atma yang semasa hidupnya sangat ramah
tamah dan tidak membanding-bandingkan tamu yang datang kepadanya).
Di sebelahnya,
atma angrawun yang semasa hidupnya meracuni banyak orang sedang diberi makan
medang (bulu halus bambu) oleh Bhuta ramya yang suaranya bergemuruh.
Sedangkan berdekatan dengan itu, Sang Bhuta
Edan yang suka mengamuk sedang menyiksa atmaning wong andesti, atma yang semasa
hidupnya menggunakan ilmu hitam untuk menyakiti orang lain.
Disebelahnya
lagi, atma wong bengkung yang tidak mau menyusui bayinyasedang di siksa dengan
mematukan ular tanah pada puting susunya oleh Bhuta Pretu yang menjerit-jerit
memekakkan telinga.
Ditempat itu
pula, Bhuta Janggitan yang menyeramkan sedang menyiksa atma pande corah, atma
ahli membuat senjata mungkin bom yang untuk menghancurkan orang lain.
Selain itu,ada
lagi kawah gomuka dengan air mendidih berisi atma yang di rebus karena
kesalahannya pada waktu menjelma menjadi manusia, sebagai koruptor, suka
menfitnah, maling, madat, narkoba… Tampaknya di neraka yang luas ini tak
terhitung jumlah kawah gomuka bertebaran di mana-mana.
Demikian pula,
begitu banyak atma yang bersalah pada masa lalu dihukum sesuai tingkat
kesalahanya. Atma jalir, baik laki-laki maupun perempuan yang semasa
hidupnyasuka berselingkuh, disiksa oleh Bhuta Lendi Maupun Bhuta Lende dengan
membakar kemaluannya.
Dijumpai pula
Sang Jogor Manik yang seram dan menakutkan sedang menguji sang atma putus,
yaitu atma yang dalam kehidupan di dunia tiada tercela, selalu berbuat baik dan
pandai. Tiada beberapa lama kemudian, sang atma putus diijinkan masuk sorga.
Sesaat setelah
menyaksikan penghukuman para atma sesuai kesalahannya, Bhima menemukan kawah
gemuka. Secepat kilat Bhima membalikan kawah untuk menyelamatkan atma pandu dan dewi madri. Selanjutnya Bhima
mencari tirta amerta untuk membebaskan dosa yang membelengu kedua orang tuanya.
Setelah diperciki tirta amerta, pandu dan madri berhasil memperoleh kebahagiaan
di sorga.
Sumber :
1. Hinzler,
H.1.R.1981. Bhima Swarga in Balinese wayang. The Hague: Martinus Nijhoff
2. Pucci,
Isanna.1992.Bhima Swaega: The Balinese Journey of the Soul.Boston,
Toront,London: A Bulfinch Press Book
3. Gaguritan
Bhima Swarga, koleksi Griha Pidada Karangasem dan Yayasan Dharma Sastra
Bhima Swarga
Perjalanan Spiritual Bhima Ke Sorgaloka
Bhima sebagai tokoh sentral dalam cerita ini mirip Sanjaya
dalam Bhagawadgita, yang melaporkan kejadian pandangan mata percakapan Kresna
dan Arjuna sesaat menjelang Bharatayudha di Kuruksetra, kepada Drestarastra,
Raja yang buta sejak lahir. Kresna menyadarkan kembali Arjuna untuk
melaksanakan Swadharmanya. Simbolisasi cerita Bhima swarga ini perlu
diketengahkan lagi, semoga mampu menggugah penalaran untuk menyadari
swadharmaning masing-masing dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Cerita
ini seperti menitipkan pesan pada kita umat sedharma hendaknya selalu berbuat
baik, agar kelak kita memetik phala yang baik pula.
Al kisah, Dewi Kunti bermimpi didatangi atma Pandu dan Dewi
Madri. Mereka minta tolong agar dibebaskan dari siksa api neraka. Kunti
menyampaikan mimpi itu kepada anak-anaknya, dan diputuskan agar Bhima
menyambangi ke Swarga loka.
Purnama, dalam suatu prosesi yang hening, perjalanan Bhima
Swarga dimulai. Bhima diiringi dua abdinya Merda dan Twalen melesat ke langit.
Diangkasa, setelah melalui marga sanga (sembilan persimpangan jalan) di sanalah
swarga loka berada, di bumi antah karana, di bumi yang menyebabkan sebab segala
sebab. Dari sembilan jalan di persimpangan tersebut ada empat jalan yang
benar-benar menuju swarga loka. Sampai di tegal penangsaran (kuburan maha luas)
tempat para roh menunggu giliran menghadap Bhatara Yama untuk menentukan apakah
sang roh harus masuk surga atau ke neraka. Dalam penantian itu, para roh menerima
hukuman sesuai karma-nya. Ada yang disebut atma lara (atma yang sengsara), atma
drwaka (atma yang serakah), atma sangsaya (atma yang senantiasa curiga), atma
babotoh (atma penjudi) dan sebagainya.
Inilah perjalan spiritual Bhima, yang memberikan pengalaman
bathin tentang pelaksanaan sangksi bagi para atma sesuai perbuatan yang
dilakukan saat menghuni raga manusia di mayapada.
Pertama-tama mereka melihat Bhuta Tog-tog Sil, babutan (mahluk angkara) dengan wujud mata besar menghakimi atma tattwa (atma yang menyalahgunakan pengetahuan tattwa) dan atma curiga (atma yang penuh curiga, mencurigai yang tidak patut dicurigai).
Di sebelahnya, Bhuta Naya (raksasa yang kadang tampak kadang
tak tampak) bersama Bhuta Celeng, babutan berbentuk babi menghukum atma yang sewaktu
di mercapada berprilaku buruk, jahat. Tidak jauh dari itu, tampak Bhuta Abang,
babutan yang berwujud raksasa berkulit merah menyala sedang menggotong atma
lengit, atma yang semasa hidupnya malas bekerja akan dicemplungkan ke bejana
dengan air mendidih yang disebut kawah gomuka.
Di sebelah kanannya dari bejana itu, tampak Sang Bhuta
Ireng, babutan berwujud raksana berkulit hitam bersama Sang Bhuta Prungut,
babutan yang bertubuh besar, berkulit hitam dan berwajah angker menggotong atma
corah, atma yang semasa hidupnya senantiasa berprilaku buruk untuk
dicemplungkan ke kawah gomuka. Sementara itu, Bhuta Ode-ode, babutan yang
bertubuh gemuj dengan kepala plontos meniup api di bawah jambangan kawah
sehingga airnya terus mendidih.
Tidak jauh dari kawah gomuka, Sang Suratma dengan wujud
raksasa yang penuh wibawa, penguasa para atman sedang menghukum atmaning usada,
karena dulu dukun yang menguasai ilmu pengobatan yang dahulu pernah lalai
menyembuhkan orang sakit melakukan maal praktek, dan selalu meminta imbalan
yang tinggi kepada orang yang diobatinya.
Di sebelahnya Sang Bhuta Wirosa yang berwujud raksasa maha
sakti sedang menghukum atma mamaling nasi, ini terjadi karena saat di mercapada
ia suka mencuri makanan. Karena itu sebaiknya jangan sekali0kali mencuri nasi,
seberapapun lapar dirasakan.
Beberapa depa dari tempat itu, Sang Bhuta Wingkara yang
bengis bernama bhuta lilipan yang berwujud aneh, memiliki belalai seperti gajah
dan tubuhnya seperti tubuh Singa, mulutnya penuh bisa seperti ular sedang
menyiksa atmaning wong aboros, atma yang suka berburu membunuh binatang yang
tidak patut dibunuh.
Di sebelahnya lagi, tampak Sang Bhuta Mandar dan Sang Bhuta
Mandir dua raksasa bengis saudara kembar sedang menggergaji kepala atma wong
alpaka guru, atma yang tidak melakukan kewajiban sebagai putra yang baik
(suputra) karena melalaikan kedua orang tuanya, melalaikan kewajibannya.
Merdah dan Twalen miris hatinya teringat akan kewajibannya
kedapa orang tua yang belum sepenuhnya dilakukan dengan baik.
Mereka terkejut karena setelah beranjak sedikit saja dari
tempat yang satu, dia menemukan kembali Sang Jogor Manik di tempat lain sedang
mengadili dua atma yang satu atma kedi dan yang satu lagi atma kliru, yang satu
laki-laki seperti perempuan, yang satu lagi perempuan seperti laku-laki. Tidak
jauh dari situ, mereka melihat Sang Jogor Manik sedang menghukum atma angadol
prasasti atau atma yang menjual prasasti.
Sedangkan di sebelah Bhuta Tog-tog Sil yang matanya besar
sedang menyiksa atma angadol prasasti yang lainnya. Berdekatan dari tempat itu,
banyak atma yang disebut atma tan pasantana, atma yang tidak memiliki keturunan
digantung di pohon bambu.
Sementara itu, atma nora matatah, atma yang belum
melaksanakan upacara potong gigi sambil menggigit pohon bambu disiksa oleh
Bhuta Brungut yang menyeramkan sedang menghunus pedang.
Beranjak selangkah dari tempat itu, lagi-lagi ditemukan Sang
Jogor Manik sedang berhadapan dengan atma aniti krama, atma yang semasa
hidupnya sangat ramah tamah dan tidak membanding-bandingkan tamu yang datang
kepadanya.
Di sebelahnya, atma angrawun yang semasa hidupnya meracuni
banyak orang sedang diberi makan medang (bulu halus bambu) oleh Bhuta Ramya
yang suaranya gemuruh.
Sedangkan berdekatan dengan itu, Sang Bhuta Edan yang suka
mengamuk sedang menyiksa atmaning wong andesti, atma yang semasa hidupnya
menggunakan ilmu hitam untuk menyakiti orang lain.
Di sebelahnya lagi, atma wong bengkung yang tidak mau
menyusui bayinya sedang disiksa dengan mematukkan ular tanah pada puting
susunya oleh Bhuta Pretu yang menjerit-jerit memekakkan telinga.
Di tempat itu pula, Bhuta Janggitan yang menyeramkan sedang
menyiksa atma pande corah, atma ahli membuat senjata mungkin bom yang untuk
menghancurkan orang lain.
Selain itu, ada lagi kawah gomuka dengan air mendidih berisi
atma yang direbus karena kesalahannya pada waktu menjelma menjadi manusia,
sebagai koruptor, suka memfitnah, maling, madat, narkoba... Tampaknya di neraka
yang luas ini, tidak terhitung jumlah kawah gomuka bertebaran di mana-mana.
Demikian pula, begitu banyak atma yang bersalah pada masa
lalu dihukum sesuai tingkat kesalahannya. Atma Jalir, baik laki-laki maupun
perempuan yang semasa hidupnya suka berselingkuh, disiksa oleh Bhuta Lendi
maupun Bhuta Lende dengan membakar kemaluannya.
Dijumpai pula Sang Jogor Manik yang seram dan menakutkan
sedang menguji sang atma putus, yaitu atma yang dalam kehidupannya di dunia
tiada tercela, selalu berbuat baik dan pandai. Tiada berapa lama kemudian, sang
atma putus diijinkan memasuki sorga.
Sesaat setelah menyaksikan penghukuman para atma sesuai
kesalahannya, Bhima menemukan kawah gomuka. Secepat kilat Bhima membalikkan
kawah untuk menyelamatkan atma Pandu dan Dewi Madri. Selanjutnya mencari tirta
amerta untuk membebaskan dosa yang membelenggu kedua orang tuanya. Setelah
diperciki tirta amerta, Pandu dan Madri berhasil memperoleh kebahagiaan abadi
di sorga.
*****
Setelah membaca Bhima Swarga yang kental berbagai etika yang
menjadi dasar parilaksana umat Hindu, terlintas amanat bahwa penyucian atma
hanya dapat dilakukan oleh putra yang satya, putra yang jujur, tulus, taat dan
setia mengabdi pada orang tua. Bhima Swarga seperti menepuk pundak kita, untuk
mengambil jeda langkah sejenak diantara hiruk-pikuk pergaulan hidup dan
merenungkan kembali pentingnya ajaran Karma Phala, dimana setiap perbuatan akan
mendapat pahala yang setimpal. secara implisit, Bhima Swarga mengingatkan kita
agar umat sedharma senantiasa berbuat bajik, didunia sekala agar atma yang
menghuni raga kita mendapat phala yang baik di alam niskala serta sebaliknya
menghindari perbuatan jahat, agar terhindar dari pahala yng buruk.
Keambil saking kalender Hindu Bali 2011
Bapak I Kt.Bangbang Gde Rawi (alm)
Image Bima in watercolour oleh http://rudyao.deviantart.com/
Bhima Swarga
Perjalanan Spiritual Bhima ke Sorgaloka
Sembari membuka kembali lipatan lipatan tradisi lama untuk
bertutur tentang kisah kisah klasik dalam serat mahabarata atau ramayana,
terutama konsepsi hukum sebab akibat yang menjadi keyakinan kita dalam srada ke
tiga dalam panca srada yakni karma phala.
Penting juga di simak lagi ajaran surga neraka, seperti atma
prasangsya dalam dalam biam swarga, japatuan, lubdaka dan lain - lain, agar
bias menjadi tuntunan atawa ‘uger-uger’ pergaulan masyarakat.